Rabu, 19 Januari 2011

Kecenderungan Pola Asuh Keluarga terhadap Anak Autisme

KECENDERUNGAN POLA ASUH KELUARGA TERHADAP 
ANAK PENYANDANG AUTISME


1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Di dalam kurun waktu 10 tahun trakhir ini terjadi peningkatan yang luar biasa dari jumlah penyandang autisme infatil. Hal ini terjadi di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia. Peningkatan jumlah penyandang autisme diperkiralan 1 per 5000 anak dan sekarang sudah meningkat menjadi 1 per 5000 anak (Melly Budhiman, 1999). Autisme dapat terjadi pada semua kalangan bai kaya atau miskin, kelas bawah, kelas atas, pedesaan, kota dan dapat terjadi pada anak-anak dari semua kelompok etnik dan budaya di seluruh dunia (Rudy Sutadi, 1997; Whally dan Wong, 1999). Autisme merupakan gangguan proses perkembangan yang terjadi dalam tiga tahun pertama kehidupan yang menyebabkan gangguan pada bahasa, kognitif, sosial dan fungsi adaptif (Rudy Sutadi, 1999; S. Shirataki, 1998).

Dalam keadaan yang lebih normal, orang tua cenderung menganggap anak-anak sebagai perluasan diri mereka sendiri dan melihat di dalam diri anak. Anak mereka merupakan warisan genetik dan aspek-aspek tertentu kepribadian mereka (Soetjiningsih, 1995). Pandangan seperti ini dapat menjadi patologis jika anak ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan (Nelson, 1988). Orang tua dari anak-anak yang sakit kronis yang menderita gangguan emosional mempunyai risiko untuk mengembangkan sikap tidak sehat dan destruktif terhadap anak mereka (Adriana, 1999; Nelson 1988). Kondisi seperti ini akan mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak penyandang autisme.

Masalah autisme masih merupakan fenomena baru yang mengalami peningkatan di akhir dekade ini. Pengetahuan masyarakatpun masih sangat terbatas. Sedangkan penangan anak penyandang autisma memerlukan perlakuan yang khusus (Adriana, 1999). Sikap orang tua yang diwujudkan dalam pola asuh sangat dominan berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya. Pola asih tersebut adalah otoriter, serba membolehkan, anak tak acuh dan timbal balik (Rutter, 1997). Pola asuh yang sesuai sangat diperlukan untukj menangani anak penyandang autisma secara lebih efektif. Dala pengembangan perspektif yang lebih realistis, perlu digali kecenderungan pola asuh keluarga pada anak autisma dalam usaha mengembangkan metode-metode yang lebih efektif dan efisien untuk menangani anak penyandang autisma.

Keterlibatan orang tua sebagai orang yang terdekat di dalam keluarga dan orang yang pertama-tama menerima bahwa anak mereka adalah penyandang autisme sangat diperlukan. Hal ini perlu, karena dengan demikian diharapkan dapat secara serius menangani tata laksana anak penyandang autisma. Salah satunya dengan menggali kecenderungan pola asuh keluarga, sehingga bisa dikaji hal-hal yang perlu dilakukan untuk penatalaksanaan dan pola suh yang paling sesuai dengan yang mempunyai prinsip-prinsip tatalaksana perilaku yang berbeda dengan pola pengasuhan umumnya.

1.2 Rumusan Masalah
1.  Apakah keluarga cenderung menggunakan pola asuh otoriter terhdapa anak penyandang autisma ?
2. Apakah keluarga cenderung menggunakan pola asuh serba membolehkan terhadapa anak penyandang autisma ?
3. Apakah keluiarga cenderung menggunakan pola asuh acuh tak acuh terhdapa anak penyandang autisma ?
4. Apakah keluarga cenderung menggunakan pola asuh timbal balik terhdapa anak penyandang autisma ?




1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui kecenderungan pola asuh yang digunakan keluarga terhadap anak penyandang autisma.

1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendidentifikasi sejauh mana kecenderungan keluarga menggunakan pola asuh otoriter terhdapa anak penyandang autisma.
2. Menidentifikasi seberapa jauh kecenderungan keluarga menggunakan pola asuh serba membolehkan terhadap anak penyandang autisma.
3. Menidentifikasi seberapa jauh kecenderungan keluarga menggunakan pola asuh acuh tak acuh  terhadap anak penyandang autisma.
4. Menidentifikasi seberapa jauh kecenderungan keluarga menggunakan pola asuh timbal balik terhadap anak penyandang autisma.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1 Dapat digunakan sebagai panduan dalam upaya memberikan pola asuh yang sesuai terhadap anak penyandang autisma.
1.4.2 Sebagai bahan informasi bagi peneliti berikutnya.
1.4.3 Memberikan  masukan  kepada  keluarga  tentang pola asuh anak penyandang autisma yang sesuai.


2. TUNJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Asuh
Pola asuh adalah serangkaian pengasuhan orang tua yang meliputi psiko, sosio, spiritual yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak (Kaplan dan Sadock, 1997).


2.2 Macam-Macam Pola Asuh
Menurut Rutter (1997) menggambarkan empat macam gaya pengasuhan orang tua, antara lain :
1. Otoriter
Adalah suatu gaya pengaasuhan yang ditandai dengan adanya aturan yang kaku dan ketat yang dapat menyebabkan depresi pada anak.
2. Serba membolehkan
Adalah suatu sikap atau gaya pengasuhan orang tua yang ditandai dengan kesabaran dan tidak ada penentuan batas-batas yang dapat menyebabkan kontrol impils yang buruk.
3. Pola asuh acuh tak acuh
Adalah suatu sikap atau gaya mengasuh orang tua kepada anak yang ditandai dengan penelantaran dan tidak adanya keterlibatan yang menyebakan perilaku agresif.
4. Pola asuh timbal balik
Adalah suatu sikap ayau gaya pengauhan orang tua kepada anak yang ditandai dengan pengambilan keputusan secara bersama-sama dengan perilaku yang diarahkan dengan cara yang rasional yang dapat menyebakan rasa percaya diri.

2.3 Autisme Masa Kanak
Autisma masa kanak adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya abnormalitas da/atau hendaya perkembangan yang muncul sebekum usia 3 tahun, dan dengan ciri fungsi yang abnormal dalam tiga bidang dari interaksi sosial. komunikasi dan perilaku yang terbatas dan berulang. Gangguan ini dijumpai 3 sampai 4 kali lebih banyak pada anak laki-laki dibanding dengan anak perempuan (PPDGJ, 1993; N.Keltner, 1991; Maramis, WF., 1995). Istilah autisma dipinjam dari bidang schizophrenia, dimana Bleiler memakai istilah autisma ini untuk menggambarkan perilaku pasien schizophrenia yang menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri. Kanner ingin menggambarkan bahwa anak-anak tersebut juga hidup dalam dunianya sendiri, terpisah dari dunia luar.
Namun terdapat perbedaan yang jelas antara penyebab dari autisma pada penderita schizophrenia dan penyandang autisma masa kank. Pada schizophrenia autisma disebabkan oleh proses regresi oleh penyakit jiwa, sedangkan pada anak dengan autisma disebabkan karena adanya kegagalan perkembangan (Melly Budhiman, 1998).  

Menurut Ika Widyawati (1997) ada beberapa macam teori tentang penyebab autisma, anatara lain :
2.3.1 Teori Psikososial
Dalam teori psikososial, Kanner mempertimbangkan adanya pengaruh psikogenik sebagai penyebab autisma: orang tua yang emosional, kaku dan obsesif yang mengasuh anak yang kurang hangat bahkan cenderung dingin. Pendapat lain mengatakan adanya trauma pada anak yang disebabkan oleh hostilisasi yang tak disadari dari ibu. Teori ini ditentang oleh Rudy Sutadi (1997) ternyata terbukti bahwa cara orang tua memperlakukan anak tidak ada hubungan dengan terjadinya autisma.

2.3.2 Teori Biologis
Teori ini berkembangan karena beberapa fakta seprti adanya hubungan yang erat dengan retardasi mental (75-80%), perbandingan laki-laki : Perempuan = 4:1, meningkatnya insidens gangguan kejang (25%). Sehingga diyakini bahwa gangguan autisma ini merupakan suatu sindrom perilaku yang dapat siebabkan oleh berbagai kondisi yang mempengaruhi sistem saraf pusat yaitu diduga adanya disfungsi dari batang otak, sistem limbik dan cerebellum. Gangguan fungsi cerebellum yang sangat khas pada penyandang autisma adalah ketidakmampuannya untuk mengalihkan perhatian dengan cepat. Gangguan sistem limbik pada umumnya kurang dapat mengendalikan emosinya, sering agresivitas yang ditujukan pada orang lain atau diri-sendiri.



2.3.2.1 Faktor genetika
Peran faktor genetika makin jelas dengan diketemukan anak-anak kembar satu telur yang kedua-duanya menderita gangguan autisma. Kecuali saudara kembar, banyak pula diketemukan beberapa anak dalam satu keluarga yang menderita gangguan yang sama. Penelitian dalam bidang genetika sampai saat ini masih dilakukan dengan gigih dan telah ditemukan beberapa kromosom yang ada hubungannya dengan autisma.
2.3.2.2 Faktor perinatal
Komplikasi pranatal, perinatal dan neonatal yang meningkat juga diketemukan pada anak dengan autisma.
2.3.2.3 Hipotesis neurokemistri
Disfungsi neurokemistri merupakan dasar dari perilaku dan kognitif abnormal. Jenis neurotransmitter  yang diduga mempunyai hubungan dengan autisma antara lain : serotonin, dopamin dan opoid endogen.

2.3.3 Teori imunologi
Ditemukan penurunan respon dari sistem imun pada beberapa anak autisma meningkatkan kemungkinan adanya dasar imunologis pada beberapa kasus autisma. Antibodi nenerapa ibi terhadap antigen leukosit anak yang autistik memperkuat dugaan, karena ternyata antigen leukosit tersebut juga ditemukan sel-sel otak.

2.3.4 Infeksi virus
Peningkatan frekuensi yang tinggi dari gangguan autisma pada anak-anak dengan congenital rubella, herpes zoster, encephalitis dab cytomegalovirus infection.

2.3.5 Gejala dan tanda menurut Rudy Sutadi (1997)
Perkembangan anak mungkin mengikuti pola perjalanan yang tidak berbeda seperti anak-anak lain. Masalah baru nyata , jika faktor-faktor yang berhubungan dengan autisme mulai terlihat pengaruhnya pada kemampuan anak untuk berkembang secara konsisten. Anak dengan autisma meungkin menunjukkan keterlambatan sebelum umur 30 tahun, terutama pada kemampuan bicara dan keteramplan sosial.
2.3.5.1 Masalah komunikasi
Umumnya penyandang autisma menunjukkan kesulitan dalam penggunaaan atau pengertian bahasa, tetapi tidak mempunyai pola yang sama, atau hasil yang sama. Anak dengan autisma tidak mempunyai pola biasa dari perkembangan bahasa mereka bervariasi, beberapa tidak pernah bicara, kemudian kemampuan bicaranya menghilang begitu saja.
2.3.5.3 Masalah Sensorimotor
Anak dengan autisma mempunyai respon yang tidak biasa terhadap hipersensitif dan ada yang hiposenstif.
2.3.5.4 Masalah hubungan sosial dan emosional
Penyandang autisma sering hanya menyendiri dan tetap di luar kelompok aktivitas, tidak membuat usaha untuk bergabung . Pada umumnya penyandang autisma ini tidak melakukan permainan imajinatif menunjukkan keterikatan ekstrim pada suatu atau beberapa benda, membawanya setiap saat.
2.3.5.5 Masalah bantu diri
Selama perkembangan normal, umumnya anak-anak secara bertahap mengambil alih Kegiatan untuk keperluan mereka sendiri. Anak mungkin terlambat dalam mecapai keterampilan bantu diri, tetapi mampu belajar untuk mengurus diri sendiri secara mandiri dengan program madifikasi perilaku.

3. Metodologi Penelitian
3.1 Desain penelitian
Tujuan penelitian ini  adalah untuk mengetahui kecendrungan pola asuh yang digunakan keluarga terhadapa anak pengandang autisma. Berdasarkan tujuan diatas maka penelitian ini merupakan penelitian diskriptif tipe cross sectional (Nursalam, Pariani s, 2000 ; Azwar A., 1987). Peneliti melakukan obeservasi atau pengukuran variavel sesaat, sehingga subyek penelitian diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel dependent danindependent dilakukan pada saat pemerikssan atau pengkajian data (Sastroasmoro dan Ismael, 1985).
3.2. Frame Work

      Independent Dependent


Variabel Pengontrol


Keterangan :
: Variabel dala korak ini adalah variabel yang diteliti
: Variabel dalam kotak ini adalah variabel yang tidak diteliti
: Arah hubungan variabel

3.2.1 Identifikasi variabel 
3.2.1.1 Variabel Independent
adalah variabel yang bila ia berubah akan mengakibatkab perubahan variabel  lain, dala hal ini adalah orang tua dengan anak penyandang autisma.
3.2.1.2 Variabel Dependent
adalah variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas yaitu pola asuh keluarga yang terdiri dari pola asuh otoriter, serba membolehkan, acuhtak acuh dan timbal balik.

3.2.1.3 Variabel kendali
adalah garis variabel yang berhubungan dengan variabel bebas dan berhubungan dengan variabel tergantung tetapi bukan merupakan variabel antara, yaitu : pendidikan, umur, tipe keluarga, jumlah saudara, kedudukan anak, suku bangsa, pekerjaan dan jenis kelamin.

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah sekelompok subyek atau data dengan karakteristik tertentu (Sastroasmoro, 1995). Subyek penelitian ini adalah seluruh aorang tua yang anaknya mengalami autisma dan dikonsultasikan di Poli Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3.3.2 Sampel dan Sampling
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti (Sastroasmoro, 1995). Pada penelitian ini sampel diambil dari seluruh orang tua yang anaknya mengalami autisma dan dikonsultasikan di poli jiwa RSUD Dr. Soetmo Surabaya. Pemilihan sampel secara total sampling, sehingga semua orang tua dengan anak penyandang autisma dijadikan responden. Besarnya sampel tergantung jumlah orang tua yang ada pada saat penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.
3.3.3 Kriteria Sampel
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada populasi target dan populasi terjangkau (Sastroasmoro, 1995). Penelitian ini dengan krteria inklusi sebagai berikut :
1. Orang tua dengan anak penyandang autisme yang dikonsultasikan di pol;I jiwa RSUD Dr. Soetmo Surabaya
2. Orang tua bersedia menandatangani informed consent
3. Tidak mengalami gangguan jiwa
Kriteria eksklusi, sebagian subyek yang tidak layak untuk diteliti menjadi sampel yaitu :
1. Tidak bersedia untuk diteliti
2. Terdapat keadaan atau penyakit lain yang mengganggu pengukuran maupun interpretasi
3. Terdapat keadanyangmengganggu penatalaksanaan

3.4 Definisi Operasional
Adalah semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional, sehingga mempermudah pembaca/penguji dalam mengartikan makna penelitian (Nursalam, Pariani, 2000).
1. Pola asuh adalah cara pengasuha orang tua kepada anak selama di rumah.
2. Orang tua dengan anak penyandang autisma adalah orang tua yang mempunyai anak penyandang autisma dan berkumpul dalam satu rumah.
3. Pola asuh otoriter adalah sikap atau cara orang tua mengasuh anak yang ditandai dengan aturan yang kaku dan ketat.
4. Pola asuh serba membolehkan adalah gaya pengasuhan orang tua denga tidak ada penentuan batas-batas.
5. Pola asuh acuh tak acuh adalah gaya mengasuh orang tua yang ditandai dengan penelantaran.
6. Pola asuh timbal balik adalah gaya mengasuh orang tua dengan gaya demokrasi.
7. Kecendrungan adalah inklinasi.

3.5 Pengumpulan Data dan Analisa Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang dibuat oleh peneliti, ditujukan kepada subyek yang memenuhi kriteria inklusi. Dari hasil pengisian kuesioner dilakukan dengan cara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi , kemudian dilakukan tabulasi silang (Nursalam, Pariani, 2000). Setelah data terkumpul, kemudian ditabulasi dalam tabel sesuai dengan varibel yang hendak diukur dan dilakukan analisa terhadap  data tersebut.

3.6 Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian , peneliti mengajukan permohonan ijin kepada panitia etik RSUD Dr. Soetmo Surabaya untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapatkan persetujuan kuesioner dibagikan ke subyek yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :
3.6.1 Lembar persetujuan diberikan kepada responden kepada orang tua yang memenuhi kriteria  inklusi diberikan lembar pertanyaan peneliti untuk bersedia menjadi responden penelitian, disertai  judul penelitian dan manfaat penelitian. Jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
3.6.2 Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasian identitas subyek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh subyek, tetapi diberi kode tertentu.
3.6.3 Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh peneliti.

3.7 Keterbatasan
3.7.1 Pengumpulan data dengan kuesioner memiliki jawaban yang memungkinkan responden menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak mengerti pertanyaan yang dimaksud sehingga hasilnya kurang mewakili secara kualitatif.
3.7.2 Waktu penelitian terbatas, sehingga sampel yang didapatkan terbatas jumlahnya sehingga hasilnya kurang sempurna dan kurang memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Adriana S. (1999), Peran Psikolog Dalam Menangani Masalah Autisme, Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta

Behrman, Richard E./ Nelson (1988), Ilmu Kesehatan Anak, Alih Bahasa: Moelia Radja Siregar, Edisi 12, EGC, Jakarta

Budhiman, Melly (1998), Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu pada Autisma, FK Unair, Surabaya

Budhiman, Melly (1999, Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu pada Autisma Infatil, Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI (1993), Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indoensia III, Cetakan I, Jakarta.

Kaplan dan Sadock (1997), Sinopsis-Psikiatri-Ilmu Pengetahuan Psykiatri Klinik, Edisi VII, Bina Aksara, Jakarta.

Maramis, WF (1995), Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya.

N. Keltner, Norman L. (1991), Psychiatric Nursing, Second ed, Mosby Year Book, USA.

Nursalam, Siti Pariani (2000), Metodologi Penelitian, PSIK FK Unair, Surabaya.

Sastroasmoro, Sudigdo (1995), Dasar-dasar Metodologi Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Shirataki, Sadaaki (1998), Early Detection and Interventions for Autistic Infants, FK Unair, Surabaya.

Soetjiningsih (1995), Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta.

Sutadi, Rudy (1997), Autisma : Gangguan Perkembangan Pada Anak, Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta.

Wholley dan Wong (1999), Nursing Care of Infants and Children, Sixth edition, Mosby Inc, USA.

Widyawati, IKA (1997), Aspek Psikiatrik pada Autisma , Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta.


Asuhan Keperawatan Acute Lymphoblastic Leukemia Usia Pra Sekolah

ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE LYMPHOBLASTIC
LEUKEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH


PENGERTIAN

Acute lympobastic leukemia adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan menurut cell yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa lymphoblasts.
Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian.

Faktor penyebab ALL tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena interaksi sejumlah faktor :
1. Neoplasia
2. Infeksi
3. Radiasi
4. Keturunan
5. Zat kimia
6. Murasi gen

Asuhan Keperawatan Kejang Demam

ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM


A. PENGERTIAN
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. ETIOLOGI
Infeksi ekstrakranial , misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

C. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.

Asuhan Keperawatan Icterus Obstruksi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ICTERUS OBSTRUKSI


Pengertian :
Icterus adalah suatu gejala yang sering diemukan pada bayi baru lahir tetapi tiddak semua icterus pada neonattus merupakan icterus yang fisiologik.

Hiperbilirubinemia : merupakan suatu keadaan kadar bbilirubin serum total yang lebih dari 10 mg %  pada minggu pertama. Keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan kerniktterus kalau tiddaka ditangani dengan baik. Sebagian besar hiperbilirubin mempunyai dasar patologik..

Icterus Patologik adalah icterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinnya mencapai   suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Dasar patologik ini misalnya : jenis bilirubbin, saat timbul dan menghilangnya icterus serat penyebabnya. Setiap ictterus harus diawasi kemungkinan  berkembang menjadi ikterus yang patologik. Kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak disebut kernikterus. Kerussakkan otak ini terutama terjadi pada korpus striatus, talamus , nukleus subtalamus, hipokampus, nuleus merah dan nukleus padda ddasar ventrikulus ke-VI. Tanda klinik kerniktterus padda permulaanya tidak jelas, dapat berupa mata yang berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku,

Hospitalisasi Anak

HOSPITALISASI ANAK

Tujuan Umum :
Mampu memahami dampak hospitalisasi pada anak dan melaksanakan askep yang benar
Tujuan Instruksional khusus  :
Mahasiswa  :
1. Bayi dan anak tentang sulitnya perpisahan dengan keluarga 
2. Nyeri selama hospitalisasi
3. Reaksi di RS sesuai dengan perkembangan anak
4. Reaksi keluarga terhadap anak yang sakit dan dirawat di RS
5. Peran perawat dalam mengurangi stress akibat hospitalisasi
6. Bermain untuk mengurangi stress akibat hospitalisasi 
7. Perilaku anak setelah mengalami perawatan di RS ( MRS )
Pengalaman  mengancam
Stresor     Kurang mengerti / kekurangantahuan pada kenyamanan

Asuhan Keperawatan Hirschprung

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN HIRSCHPRUNG 


I. Pengertian
Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.

II. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.

III. Komplikasi.
Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.

Asuhan Keperawatan Demam Berdarah Dengue

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
PADA PASIEN DENGAN DEMAM BERDARAH DENGUE


A. PENGERTIAN
DHF adalah suatu  infeksi  arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ).

B. PATOFISIOLOGI
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.

Asuhan Keperawatan Ctev; Congenital Talipes Equino Varus

ASUHAN KEPERAWATAN CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)

Clubfoot adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal. Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki). Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Deformitas talipes diantaranya :
- Talipes varus : inversi atau membengkok ke dalam
- Talipes valgus : eversi atau membengkok ke luar
- Talipes equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendanh daripada tumit
- Talipes calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit

Clubfeet yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka kejadian yang paling tinggi adalah tipe talipes equinovarus (TEV) dimana kaki posisinya melengkung kebawah dan kedalam dengan berbagai tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang berhubungan dengan sindroma lain  seperti aberasi kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari persendian), cerebral palsy atau spina bifida.

Asuhan Keperawatan Thalasemia Serena

ASUHAN KEPERAWATAN THALASEMIA SERENA

I. PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang bersifat herediter, dan diturunkan secara resesif. Pada tahun 1925, diagnosa penyakit ini pertama kali diumumkan oleh Thoomas Cooley  ( Cooleys Anemia ) yang didapat diantara keluarga keturunan Italia yang bermukim di Amerika Serikat. Kata Thalassemia berasal dari bahasa Yunani yang berarti Laut dan digunakan pertama kali oleh Whipple dan Bradford pada tahun 1932.
Prevalensi terjadinya thalasemia berbeda – beda untuk tiap ras, ras yang dominan terjadi thalasemia adalah penduduk China, Malaysia, Indocina, Afrika, Mediterania, Timur Tengah dan Asia. Dalam perkembangannya ditemukan bahwa thalasemia bukan hanya disebabkan faktor herediter, tetapi juga disebabkan karena terjadinya mutasi, terutama pada penduduk Timut Tengah, Afrika dan  Asia. Thalasemia terdiri dari dua jenis yaitu thalasemia alfa dan thalasmia beta.  Thalasemia Alfa pertama kali dilaporkan secara independen di Amerika Serikat danYunani pada tahun 1955, dan dikenal sebagai penyakit Hemoglobin  H. Penyakit ini disebabkan keadaan heterozigot Thalasemia alfa nol ( Alfa 1 ) dan Thalasemia Alfa Plus ( Alfa 2 ). Pada tahun 1958 Jenis kedua dijumpai di RS Bartolomew di London dan disebut Hemoglobin Bart yang merupakan keadaan homozigot dari thalassemia nol ( Alfa 1 )

Asuhan Keperawatan Hypoglikemi Simptomatis

ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS
 DENGAN  HYPOGLIKEMI SIMPTOMATIS

A. Pengertian
Hipoglikemi adalah suatu keadaan, dimana kadar gula darah plasma  puasa kurang dari 50 mg/%. 
Populasi yang memiliki resiko tinggi mengalami hipoglikemi adalah:
- Diabetes melitus
- Parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Corticosteroid therapi
- Bayi dengan ibu dengan diabetik
- Bayi dengan  kecil masa kehamilan
- Bayi dengan ibu yang ketergantungan narkotika
- Luka bakar
- Kanker pankreas
- Penyakit Addison’s

Selasa, 18 Januari 2011

Model Konseptual Keperawatan Anak

MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN ANAK


Model Konseptual Keperawatan Anak
Sehat
 


                                       Keperawatan                        Anak/keluarga

 

Masyarakat

Peran Perawat  à  PHC
Ø                  Pembinaan hubungan terapeutik
Ø                  Pembela   Anak/Keluarga
Ø                  Promosi Penc. Primer
Ø                  Pendidik
Ø                  Konseling
Ø                  Pelaksana
Ø                  Koordinator
Ø                  Perujuk
Ø                  Pembuat perawat etis

Tingkat pencegahan
 

                                    Primer               Sekunder                 Tertier
 

                                                                      Primary Nursing


Primer     :  menjaga  kesehatan supaya tidak sakit, mis promosi kesehatan, gizi
Sekunder : menurunkan/ meminimalkan komplikasi, mis anak yg sudah sakit tidak ber tambah  sakit dengan penyakit  lain.
Tertier     : menurunkan kecacatan dan rehabilitasi (terjadi kecacatan yg lebih lanjut).

Dasar Kerangka Pikir Proses Keperawatan
¯
Pendekatan fokus data psikologis
¯
MASLOW
¯
Pengkajian Dasar
¯
Johnson, Orem, Roy à Adaptasi
                                                                 ¯
                                                          self care
                                              tingkah laku

Pendekatan  à Respon manusia/ANA - NANDA
1.          Exchanging à saling take and give
2.          Communicating à komunikasi terapiutik
3.          Relating à ikatan/pertalian
4.          Valuing à penghargaan
5.          Choosing à alternatif pemilihan
6.          Moving à  pergerakan
7.          Perceiving à penerimaan
8.          Knowing à pengetahuan
9.          Feeling à perasaan

M. Gordon; 11 pola fungsi  kesehatan:
1.          Pola pengelolaan sehat dan persepsi sehat
2.          Pola metabolit – nutrisi
3.          Pola eliminasi
4.          Pola Aktivitas dan kegiatan
5.          Pola Istirahat dan tidur
6.          Pola Persepsi kognitif dan daya nalar
7.          Pola Konsep diri dan persepsi diri
8.          Pola Hubungan sosial dan peran
9.          Pola Reproduksi dan seksual
10.      Pola Toleransi terhadap stress koping
11.      Pola Nilai Belief
Proses Keperawatan
Ø          Proses berfikir ilmiah
Ø          Kerangka kerja praktek
Ø          Identifikasi dan menyelesaikan suatu masalah

Ada    Langkah  dalam  Pengkajian   :
1.         Pengkajian
2.         Diagnosa  Keperawatan
Masalah
Eteologi
Tanda dan gejala.
3.         Perencanaan
4.         Implementasi
5.         Evaluasi.

PENGKAJIAN
à Dasar Proses Keperawatan   
Sumber-sumber Data
Ø          Interview/riwayat kesehatan
-         Anak
-         Keluarga
-         Individual Significant
Ø          Observasi Interaksi Sosial
Ø          Pengkajian Perkembangan
Ø          Pengkajian Fisik
Ø          Data Laboratorium
Ø          Konsultasi Profesi Kesehatan Lain

Pada klien harus di kaji:
Fisiologis, psikologis, kultur, spritual, dan perspektif.
Lingkungan à dilakukan periodik pada anak dan keluarga.

Pengkajian:
Ø          Komprehensif
Ø          Screening  (mencari data)
Ø          Focused à bila ada disfungsi fousing harus dilakukan

Pengkajian Yang Lengkap:
Ø         Data tentang anak dan kelas
Ø         Kebutuhan perawatan kesehatan diuvaluasi
Ø         Penyebabfungsi anak dan kelas terganggu
Ø         Susun masalah-masalah yang mungkin ada.

Interpretasi dan membuat keputusan tentang data yang dikumpulkan
 


Ø      Tidak ada masalah kesehatan, tidak ada intervensi
Ø      Potensial disf (x ) kesehatan , intervensi untuk menfasilitasi promosi kesehatan
Ø      Aktual disf (x) kesehatan, intervensi meminimalkan disf (x) à max kes naik

Dx Keperawatan à Pernyataan klinis tentang respon individu, keluarga, masyarakat terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan baik aktual / potensial

3 Komponen : P. E . S.
Problem
P  à  Menggambarkan respon anak terhadap berkurangnya pola kesehatan anak, keluarga dan masyarakat.
Respon à
Ø      Gangguan proses kehidupan
Ø      Gangguan pola
Ø      Gangguan F (x)
Ø      Gangguan perkembangan
Etiologi
E à  Faal, situasi, maturasi yang menyebabkan masalah/pengaruh terhadap perkembangan
   à  Menggunakan kategori diagnostik NANDA
   à  Bervariasi penting untuk tindakan intervensi
Selalu melihat Etiologi
Co/ : Non compliance in dieatary restriction
Etiologi yang mungkin :
1.      < pengetahuan
2.      Menolak sakit
3.      Sumber ekonomi lemah / rendah
4.      Konflik budaya
Simptom
S   Derifat dari pengkajian pasien Merujuk pada defisiensi karakteristik (membantu membedakankategori diagnostik)
            Masalah  :
            Kesehatan yang aktual
            Katagore diagnostik berhubungan dengan F (x) dan koping keluarga
            Definisi karakteristik

Kritikal dalam memilih pasien keperawatan yang paling tepat.

Cara prioritaskan masalah :
  1. Fokus ancaman kehidupan
  2. Fokus kepada keluhan / masalah
  3. Fokus pada akibat dari masalah utama
  4. Fokus kepada kebutuhan
 


Perawat harus bisa berkomunikasi dengan anak dan keluarga

Perencanaan
            Perbedaan standar dengan
Asesment                     - Informasi khusus hanya masalah
Dx Perawatan               - Semua masalah dengan etiologi yang umum
Planning                        - Tujuan luas dan menggambarkan tujuan pasien
Implementasi                - Intervensi keperawatan luas dan bisa diterapkan u/ sebagian besar Pasien dengan masalah
Evaluasi                        - Kemajuan pasien diharapkan bisa diidentifikasi.

Perencanaan
Mengembangkan rencana dan tujuan.
Hasil              *  Meningkatkan status kesehatan
                      *  Kondisi klinik   
                      *  Tingkah laku
 


-         Standar care plan
-         Individualised care plan
Pada anak > dipakai individualised care plan
Individualised
Ø      Informasi spesifik identitikan masalah anak dan keluarga
Ø      Khusus untuk anak dan keluarga rencana asuhan langsung kepenyakit
Ø      Tujuan khusus dan menggambarkan tujuan pasien
Ø      Kemajuan pasien secara aktual bisa diidentifikasi

Domain of Profesional
Nursing of Pediatric

Dependent           Perawat dalam melakukan tindakan sesuai medical order yang didapat
Interdependent           Implementasi melibatkan 2 disiplin ilmu
Independent             Wewenang utuh perawat untuk melakukan tindakan keperawatan

Dependent
                                    Interdepent      
 

Medical Dx ---                                                 Independent
 

                                    Nursing Dx
 

Medical order

                                    Nursing Intervention
Evaluasi
Ø      Tujuan bisa dicapai
Ø      Rencana modifikasi
Ø      Alternatif yang harus dipertimbangkan

Pedoman observasi
 


Standar care plan
 


                        Membantu mengidentifikasi metode evaluasi
                        Untuk mencapai tujuan

The Interrelated Phase of the Nursing Proses

Pengkajian:
-         Pengumpulan data.
-         Data subjektif
-         Perilaku adaptif
-         Perilaku merawat diri
-         Perilaku sehat  fungsional
 



         Analisa
-         Mengembangkan dengan normal
-         Interpretasikan teori
 



       Equalibrium                                               Disequilibrium
 



Support perilaku                                               Diagnosa keperawatan
Koping adaptive
Meningkatkan kemandirian
 



Pengkajian ulang                                               Perencanaan
kesenjangan data-                                             Validasi diagnosa
data baru yang ada                                           menetapkan tujuan
perubahan status                                               rencana intervensi
kesehatan
 

                                                                        Intervensi

Tujuan tidak tercapai                                        Evaluasi tingkat pencapaian
Tujuan tercapai                                     Perubahan perilaku terhadap tujuan
Diagnosa  Keperawatan   :
Mendasari intervensi keperawatan dan menjadi  tanggung gugat  perawat.

Tipe  :
1.         Aktual 
Label
ü      Perubahan
ü      Infektif
ü      Kerusakan
ü      Gangguan
ü      Intoleransi
ü      Defisit
ü      Kelebihan
ü      Penurunan
ü      Disfungsi

Tanpa  Label.
ü      Cemas
ü      Nyeri

2.         Resiko
Label  :  resiko

3.         Sejahtra
Label        :  Potensial
Tanpa label

Etiologi  :
v     Patofisiologi
v     Situasi / lingkungan
v     Maturasi
v     Terapi

Tindakan
§           Observasi
§           Teaching
§           Terapi kolaborasi
§           Terapi keperawatan.

Pedoman Dokumentasi Keperawatan
1.      Pengkajian awal dan pengkajian kembali
2.      diagnosa keperawatan dan kebutuhan carepasien
3.      Indentifikasi intervensi untuk memenuhi kebutuhan Askep
4.      Askep yang diberikan
5.      Respon psien dan hasil ASKEP
6.      Kemampuan pasien penting untuk memberikan perawatan selanjutkan
Photobucket